Sistemkami menemukan 25 jawaban utk pertanyaan TTS bangunan tempat tinggal untuk orang banyak. Kami mengumpulkan soal dan jawaban dari TTS (Teka Teki Silang) populer yang biasa muncul di koran Kompas, Jawa Pos, koran Tempo, dll. Kami memiliki database lebih dari 122 ribu. Sistemkami menemukan 25 jawaban utk pertanyaan TTS gaya bangunanterutama untuk tempat tinggal khas jawa. Kami mengumpulkan soal dan jawaban dari TTS (Teka Teki Silang) populer yang biasa muncul di koran Kompas, Jawa Pos, koran Tempo, dll. Kami memiliki database lebih dari 122 ribu. Gayabangunan (terutama untuk tempat tinggal) khas Jawa dengan serambi depan yang lebar serta ruang tengah yang tidak bersekat-sekat (biasanya dipergunakan untuk ruang tamu) PEMISAH 1 sesuatu yang dipakai untuk memisahkan (membatasi): pintu kaca ~ ruang duduk dan dapur dibukanya sedikit; 2 pelerai; wasit: ia ditunjuk menjadi ~ pertandingan; Sistemkami menemukan 25 jawaban utk pertanyaan TTS gaya bangunan termasuk untuk tempat tinggal khas jawa. Kami mengumpulkan soal dan jawaban dari TTS (Teka Teki Silang) populer yang biasa muncul di koran Kompas, Jawa Pos, koran Tempo, dll. Kami memiliki database lebih dari 122 ribu. Pengunjungjuga dapat melakukan aktivitas, seperti membajak sawah, berkebun, bermain ke air terjun, barbkeyu dan api unggun, sampai menikmati musik akustik. 6. Bukit Panenjoan. Kata panenjoan memiliki arti penglihatan, yang berarti tempat ini sangat cocok untuk melihat pemandangan alam. JawabanTTS. Sistem kami menemukan 25 jawaban utk pertanyaan TTS garis tebal dan panjang . Kami mengumpulkan soal dan jawaban dari TTS (Teka Teki Silang) populer yang biasa muncul di koran Kompas, Jawa Pos, koran Tempo, dll. Kami memiliki database lebih dari 122 ribu. Berdasarkanpada hal tersebut maka wujud bangunan tempat tinggal merupakan buah tak heran jika dalam pandangan masyarakat Jawa, pikir dari alam mistik mereka. rumah adalah wujud aktualisasi diri dan simbol Sumber: Theodorus A. B. Gambar 1 Rumah Tradisional Jawa Pada hakekatnya dalam usaha membangun bangunan memperhatikan kondisi lingkungan dan SelanjutnyaKelompok Kelima adalah bangunan untuk tempat tinggal atau settlement site yang saat ini hanya terlihat sisa-sisa puing-puingnya saja di sekitar komplek candi Arjuna. Sedang dalam proses pelestarian, baru-baru ini juga ditemukan komplek candi yang lain, yakni Candi Setyaki. 4. Candi Gedong Songo Jika dikelompokkan menurut style facade, dari 8 tipe bangunan rumah tersebut, 6 tipe merupakan style facade rumah tinggal khas Kauman Semarang. Kauman tempo dulu sungguh elok. Tak jauh dari masjid tersebut terhampar alun-alun sebagai tempat multifungsi. Bangunan dalem (kanjengan) juga ikut menambah kekhasan Kauman. Bangunanyang luas lantainya kurang dari 10 m2 dan tidak digunakan untuk tempat tinggal dianggap bukan bangunan fisik. Contoh bangunan fisik bukan tempat tinggal: Hotel, toko, pabrik, sekolah, masjid, kuil, gereja, gedung kantor, balai pertemuan, dan sebagainya. dan Pengeluaran Perkapita Seminggu Menurut Komoditi Makanan dan Golongan Totaldan Kesimpulan. Jadi, total rata-rata biaya hidup di Jerman untuk mahasiswa adalah 700 Euro per bulan atau setara dengan Rp. 12.155.501 jika 1 Euro sama dengan Rp. 17.365. Perlu diketahui bahwa angka ini bukanlah angka yg mutlak, karena tergantung dari beberapa faktor seperti kota tempat tinggal dan gaya hidup setiap orang. CaraMemilih Kontrakan yang Nyaman untuk Tempat Tinggal Sementara. Kriteria Rumah Tidak Layak Huni. Foto: Lindley Law. Jika dijabarkan, kriteria rumah tidak layak huni adalah sebagai berikut: Rumah dengan konstruksi bangunan yang membahayakan. Luas ruang yang kurang dari 9 m² per orang. Kurangnya pencahayaan alami (remang- remang atau gelap CandiJolotundo adalah Obyek wisata peninggalan sejarah yang berada di Dukuh Balekambang, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Mojokerto, Jawa Timur. Candi Jolotundo, merupakan bangunan Patirtan peninggalan Raja Udayana dari Bali diperuntukan bagi Raja Airlangga setelah dinobatkan menjadi Raja Sumedang Kahuripan. A Pembuatan rumah bercorak panggung untuk menghindari banjir. B. Masyarakat Suku Jawa menggunakan penanda musim untuk menentukan masa tanam. C. Sebagian besar masyarakat Suku Bajo bermata pencaharian sebagai nelayan. D. Atap bangunan dibuat rendah untuk menyekap panas di dalam rumah. E. Bangunan rumah Suku Baduy menghadap ke utara dan selatan. GayaFuturistik Masa Depan. Model Rumah Minimalis Modern. Desain Rumah Bergaya Rustic. Rumah Vintage Tak Ketinggalan Zaman. Model Kontemporer Elegan. Rumah Industrial Kekinian. Desain Nautical. Perkembangan desain di seluruh belahan dunia seperti tidak ada habisnya. Kini bermunculan pula desain interior dan eksterior rumah yang dapat Pins pilih nEtXcF. NilaiJawabanSoal/Petunjuk JOGLO Gaya bangunan khas Jawa, atapnya menyerupai trapesium RUMAH Tempat tinggal GRIYA Bangunan tempat tinggal; rumah ASRAMA Bangunan tempat tinggal bersama WISMA Bangunan untuk tempat tinggal KANDANG Bangunan tempat tinggal binatang GERHA Bangunan, kantor, tempat tinggal AGIL Bangunan tempat tinggal untuk awak kapal KAMALI Bentuk bangunan istana tempat tinggal raja APARTEMEN Jenis tempat tinggal; kondominium BIARA Bangunan tempat tinggal para biarawan dan biarawati FLAT Bangunan bertingkat, terbagi dalam beberapa tempat tinggal HABITAT Tempat suatu makhluk hidup tinggal dan berkembang biak KONDOMINIUM Bangunan bertingkat yang terbagi dalam beberapa tempat tinggal ALAMAT Nama dan tempat tinggal seseorang HUNI Tempat tinggal HUNIAN Tempat tinggal KEDIAMAN Tempat tinggal PANTI Tempat tinggal KOTA Daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat BERBOYONG Berpindah tempat tinggal beserta seluruh keluarga dan seluruh barang miliknya para transmigran ~ ke luar Jawa; CAKELA Bangunan tempat tinggal yang khusus disediakan untuk pelacuran kadang- kadang merangkap sebagai tempat tinggal si pelacur; rumah pelacuran KAVELING TANAH - Tanah biasanya untuk bangunan atau tempat tinggal yang sudah dipetak-petak dalam ukuran tertentu oleh pemerintah sesuai dengan rencana tata kota dsb; tempat tanah kaveling GEDUNG Bangunan PANTEON 1 kuil candi tempat pemujaan dewa-dewa; 2 bangunan tempat pemakaman atau yang di dalamnya terdapat tanda-tanda peringatan kpd orang kenamaan yang t... Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Wonosobo adalah sebuah kabupaten di Jawa Tengah dan terletak persis di tengah-tengah pulau Jawa. Sebagai daerah paling sentral di pulau Jawa, kabupaten yang terkenal dengan Mie Ongkloknya ini menjadi pusat pertemuan dari berbagai budaya, terutama antara barat dan timur wilayah Jawa. Bukan hanya terkenal akan tempat wisatanya saja seperti dataran tinggi Dieng, namun Wonosobo juga mempunyai ciri khas unik dari budaya masyarakatnya. Salah satunya Jawa di Wonosobo sebenarnya termasuk dalam sub dialek Kedu yang juga dituturkan oleh masyarakat bekas wilayah Karesidenan Kedu lainnya seperti Magelang, Purworejo, Temanggung, dan Kebumen. Tetapi jika kita amati, masing-masing kota dan kabupaten tersebut memiliki banyak sekali perbedaan seperti Magelang dan Purworejo yang masih sangat mirip dengan dialek bandekan Yogyakarta, Temanggung yang sudah mulai sedikit tercampur dengan aksen lain yang agak berbeda, dan Kebumen yang ngapak. Masyarakat Wonosobo sebenarnya bukan termasuk penutur bahasa ngapak ala Banyumasan, bukan juga pengguna bahasa Jawa bandekan seperti umunya kota-kota lain Jawa Tengah-Yogyakarta. Terus apa kalau begitu? Ini dia beberapa ciri khas Bahasa Jawa ala Logat dan aksen yang unik dan beragam Sebagai daerah pertengahan yang menjadi pertemuan antara budaya banyumasan yang ngapak dengan Surakarta/Yogyakarta yang medhok, aksen dan gaya bicara masyarakat Wonosobo adalah campuran antara keduanya. Namun gaya bicara yang ada pun ternyata bukan hanya satu jenis. Jika kita amati, sebenarnya semakin ke barat wilayah Wonosobo gaya bicara masyarakatnya pun semakin mirip dengan dialek banyumasan. Sebaliknya semakin ke barat gaya bicaranya lebih mendekati dialek bandekan khas Jogja dan Solo yang medhok. Sebagai informasi, saya berasal dari daerah Kecamatan Sapuran yang mana sudah mendekati perbatasan dengan Magelang dan Purworejo sehingga cukup berbeda dengan teman-teman saya yang berasal dari daerah lain walaupun masih satu Kabupaten seperti Kertek, Mojotengah, Wadaslintang, dan Garung. Sebagai contoh, jika pelafalan huruf "K" diakhir sebuah kata seperti Sitik, Gasik, Apik, dan Badak di beberapa kecamatan seperti Kertek, Garung, dan Mojotengah dibaca dengan pelafalan yang tegas, di kecamatan yang lain seperti Sapuran dan Kepil adalah dengan membaca huruf "K" secara lebih samar-samar misalnya siti', api', bada', listri' mungkin seperti kata "tidak" atau "agak" dalam bahasa Indonesia.Begitupun dengan logat yang dituturkan. Beberapa daerah memiliki logat yang lebih meliuk-liuk dan banyak penekanan. Sementara di daerah yang berbeda, aksen yang digunakan cenderung lebih datar dan halus. Antar kecamatan bahkan desa pun selalu memiliki ciri khas berbicara yang berbeda-beda, apalagi antar kota. Orang Wonosobo biasanya akan menganggap lucu dan agak lebih kasar ketika mendengar orang-orang dari daerah Banyumas yang berbicara dengan aksen ngapaknya. Namun orang Wonosobo juga akan dianggap lucu dan unik jika orang-orang Jogja/Solo mendengar mereka berbicara. Salah satu kelebihan orang Wonosobo adalah mereka cukup adaptif untuk masalah bahasa, sehingga hanya butuh waktu singkat agar mereka dapat menyesuaikan dengat logat dari daerah lain 2. Pengucapan huruf vokalDalam hal ini, warga Wonosobo agak memiliki kesamaan dengan daerah Jawa Timur di mana pengucapan E dan I memiliki cara baca yang sama antara huruf vokal pertama dan kedua. Misalnya adalah kata titip" yang dalam Bahasa Jawa pada umumnya akan dibaca "titep", maka akan dibaca "tetep" dalam pengucapan ala Wonosobo. Ada pula pengucapan U dan O yang dilafalkan berbeda. Jika dialek surakarta membaca kata "tutup" dengan ucapan "tutop", masyarakat Wonosobo melafalkan U dalam kedua huruf vokal sebagai O seperti O dalam Oreo, maka akan dibaca "totop". Begitu juga dengan kata lain yang memiliki pola yang sama seperti kata durung, atau urung dialek Surakarta yang dalam bahasa ala Wonosobo diucapkan "horong". "Deke gak tetep ora? nyong gak lunga aja klalen totopna lawang ya nek horong di totop". Yang menjadi ciri khas lain adalah penggunaan kata A yang tetap dibaca A tidak seperti pada dialek surakarta yang dobaca O. Hal ini menjadi kemiripan dengan dialek banyumasan atau ngapak. Misalnya kata-kata seperti boso, sego, keno, bedo, dan dendo yang dibaca basa, sega, kena, beda, dan, denda. Dan biasanya masyarakat Wonosobo mengganti huruf A diawal kata setelah huruf konsonan dengan E, seperti bali, bayar, dan banyu menjadi beli, beyar, benyu. "Nyong guli gak beli mbeyar benyu ndeset ya". 3. Kosakata yang melimpah Bukan hanya logat, Bahasa Wonosobo juga memiliki jumlah kosakata yang banyak, beragam, dan bahkan berbeda-beda di tiap desa. Ini tidak hanya meliputi istilah-istilah khusus tertentu, tetapi juga kata-kata dasar dalam penggunaan sehari-hari juga berbeda. Salah satunya adalah untuk menyebut "kamu" yang dalam dialek lain adalah "koe", dalam Bahasa Wonosobo memiliki lebih dari satu. Bisa dengan kata deke, de'e, sira, rika, ra'i, sire. Saya tinggal di Desa Pecekelan di mana mayoritas menggunakan kata "sira". Ketika ngobrol dengan teman saya dari desa lain yang menggunakan "deke" jelas terdengar berbeda. Begitu juga ketika bertemu teman saya dari desa lainnya lagi yang menggunakan "de'e" ataupun "sire". Walaupun berbeda-beda, namun semuanya dipersatukan karena sama-sama pengguna kata nyong. 1 2 3 4 Lihat Travel Story Selengkapnya Terkenal sebagai rumah tradisional, rumah joglo juga bisa dipadukan pada rumah masa kini. Yuk, kenali jenis dan penerapannya pada hunian modern! Sumber Rumah joglo dikenal sebagai rumah khas Jawa. Namun menurut KBBI, arti joglo’ itu sendiri adalah gaya bangunan untuk tempat tinggal khas Jawa, yang atapnya menyerupai trapesium. Di bagian tengah menjulang ke atas berbentuk limas, serambi depan lebar dan ruang tengah tidak bersekat-sekat, biasanya dipergunakan sebagai ruang tamu. Menurut pandangan budaya, sebuah rumah joglo menggambarkan kehidupan orang masyarakat Jawa seutuhnya, khususnya dalam prinsip gotong royong. Gaya joglo merupakan salah satu gaya rumah yang memiliki nilai sejarah dan keunikan hingga saat ini. Bagi kamu yang sering pulang kampung ke daerah Jawa Tengah, pasti akan menemukan rumah joglo yang dihuni oleh masyarakat lokal. Ingin tahu lebih banyak mengenai salah satu rumah adat Jawa ini? Simak ulasan lengkapnya berikut ini! Mengenal Jenis Rumah Adat Joglo Meski memiliki satu bentuk yang sangat familiar, namun nyatanya ada beberapa jenis rumah joglo yang perlu kita ketahui. Ini dia daftarnya! 1. Joglo Sinom Bangunan ini menggunakan 36 tiang dengan empat saka guru sebagai pondasi terkuatnya. Atap bangunan memiliki empat sisi dan masing-masing memiliki tiga tingkat dan satu bubungan. Bentuk bangunan berasal dari pengembangan joglo dengan teras keliling. 2. Joglo Jompongan Joglo Jompongan merupakan rumah adat joglo dengan dua pintu geser berbentuk kubus. Bentuk ini merupakan dasar dari rumah joglo. 3. Joglo Pangrawit Joglo Pangrawit adalah hunian joglo berlambangkan gantung, dengan atap kubah yang terletak di atas penanggap. Setiap sudut Joglo Pangrawit dilengkapi tiang yang disebut saka. 4. Joglo Hageng Joglo Hageng adalah rumah joglo yang lebih tinggi dengan tambahan atap pengerat. Jenis joglo satu ini umumnya ditambahi oleh tratak keliling seperti halnya sebuah pendopo rumah kerajaan. 5. Joglo Semar Tinandu Jenis rumah joglo ini umumnya digunakan untuk patung atau gerbang kerajaan. Namun, tiang pada jenis joglo ini biasanya diganti oleh dinding penghubung, sehingga lantai bawah atap lebih luas dan tinggi. Udara yang masuk dipengaruhi pada bagian depan, namun lebih sejuk karena atapnya yang miring sehingga sirkulasi udara menjadi optimal. 5 Inspirasi Rumah Joglo Modern di Hunian Masa Kini Walau memiliki nuansa dan filosofi budaya yang sangat kental, namun hunian dengan gaya joglo tak lekang oleh waktu. Konsep tradisional yang kental dapat berpadu secara unik dengan desain rumah modern, sehingga dapat menjadi sebuah karya seni yang sempurna. Oleh sebab itu, ada beberapa inspirasi hunian joglo yang memadukan unsur budaya dengan desain modern dan kekinian. 1. Rumah Joglo Modern Minimalis Sumber Jika banyak orang menilai sebuah hunian joglo memiliki konstruksi yang rumit, maka hal tersebut adalah asumsi yang salah. Sebab, sebuah hunian bergaya joglo bisa didesain secara modern dengan konstruksi bangunan yang sederhana seperti rumah minimalis pada umumnya. Joglo modern ini terlihat sangat kentara pada sisi bagian atap berbahan kayu, dengan paduan bangunan minimalis nan kekinian. Hasil akulturasi desain ini memadukan kesempurnaan dari segala sisi. 2. Rumah Joglo Modern Atap Putih Sumber Secara umum, sebuah hunian bergaya joglo didominasi oleh bahan kayu berwarna coklat yang sangat unik dan klasik. Kesan otentik tersebut rasanya tak salah jika dimodifikasi melalui permainan warna pada beberapa aksen, termasuk penggunaan warna putih sebagai warna dasar rumah. Jika warna coklat menimbulkan kesan klasik, maka penggunaan warna putih justru memberi kesan elegan dan modern. Selain warna putih, warna-warna yang bersifat hangat dan kalem juga sangat cocok untuk menghiasi joglo seperti merah muda, biru muda hingga hijau. 3. Rumah Joglo dengan Atap Terbuka Sumber Atap pada hunian joglo merupakan salah satu ciri khas yang sangat unik bagi setiap orang yang melihatnya. Namun, dengan konstruksi atap yang sama seperti rumah joglo pada umumnya, kamu juga bisa melakukan modifikasi pada bagian atap, dengan bentuk terbuka. Penggunaan atap terbuka tidak hanya meningkatkan nilai estetika saja, melainkan juga dapat membantu sirkulasi udara. Tak hanya membantu sirkulasi udara rumah saja, kamu juga bisa melakukan teknik aeroponik di bagian atap rumah. 4. Rumah Joglo Oriental Sumber Secara umum, mayoritas joglo mengedepankan budaya adat Jawa sebagai ciri khasnya. Namun, untuk mengurangi rasa monoton, kamu juga bisa memadukan antara gaya joglo dengan arsitektur khas oriental yang berkarakter. Khususnya pada susunan kayu dan konstruksinya. Selain itu, desain hunian joglo ini dilengkapi oleh batu-batu alam juga tanaman minimalis yang cantik, sehingga menghidupkan suasana rumah mulai dari sisi depan. Yuk, Terapkan Konsep Joglo pada Hunianmu! Gaya joglo tak hanya memiliki unsur budaya yang kental pada hunian, melainkan juga ikatan kekeluargaan yang mengalir secara emosional. Tak hanya itu, desain rumah joglo juga memberi pengalaman layaknya pulang kampung setiap hari. Mau melihat desain rumah unik lainnya? Simak artikel-artikel menarik mengenai properti di Kamu bisa wujudkan hunian idaman seperti Summarecon Mutiara Makassar hanya di dan yang pastinya AdaBuatKamu! Keraton Yogyakarta yang kini lebih dikenal sebagai destinasi wisata adalah museum hidup yang menunjukkan fungsi sebagai tempat tinggal Raja, pusat pemerintahan kerajaan dan sebagai pusat kebudayaan yang terdiri dari bangunan-bangunan bergaya tradisional Jawa yang sangat penting artinya. Sebagai bangunan cagar budaya yang dilindungi undang-undang dan sebagai warisan budaya bangsa, bangunan Keraton Yogyakarta memiliki karakteristik dan keistimewaan, antara lain usianya yang sudah lama, kerumitan konstruksi dan keindahan ornamennya. Berlatar belakang hal itulah penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik bangunan keraton dan dilakukan sesuai dengan adat dan tatalaku yang terjadi di keraton Yogyakarta. Kajian terhadap Struktur Bangunan Tradisional Jawa yang terdapat di komplek Keraton Yogyakarta, khususnya bangunan bangsal Kencana perlu dilakukan dengan cara mendata keberadaan bangunan Tradisional Jawa, mengenali bentuk bangunan, sejarah, fungsi dan struktur bangunan serta kelengkapan komponennya. Kajian dilakukan dari hasil observasi, studi literatur, wawancara dan kajian hasil penelitian terdahulu. Hasil yang didapatkan adalah dokumen tertulis tentang aspek sejarah, fungsi dan struktur bangunan disertai gambar-gambar bentuk bangunan dan gambar-gambar detail yang menunjukkan keunikan struktur bangunan. Kajian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan dan pedoman pelestarian bangunan Tradisional Jawa serta menjadi inspirasi pengembangan budaya pada masa depan yang bersumber dari budaya lokal, dan menjadi pendorong generasi muda untuk tetap mencintai budaya sendiri denganmengembangkan citra Arsitektur may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 44 SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 16 No. 1 Januari 2019 KAJIAN STRUKTUR BANGUNAN TRADISIONAL JAWA PADA BANGSAL KENCANA KERATON YOGYAKARTA Padmana Grady Prabasmara Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Widya Mataram Yogyakarta Satrio HB Wibowo Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Widya Mataram Yogyakarta satriohb Tri Yuniastuti Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Widya Mataram Yogyakarta triyuni3 ABSTRAK Keraton Yogyakarta yang kini lebih dikenal sebagai destinasi wisata adalah museum hidup yang menunjukkan fungsi sebagai tempat tinggal Raja, pusat pemerintahan kerajaan dan sebagai pusat kebudayaan yang terdiri dari bangunan-bangunan bergaya tradisional Jawa yang sangat penting artinya. Sebagai bangunan cagar budaya yang dilindungi undang-undang dan sebagai warisan budaya bangsa, bangunan Keraton Yogyakarta memiliki karakteristik dan keistimewaan, antara lain usianya yang sudah lama, kerumitan konstruksi dan keindahan ornamennya. Berlatar belakang hal itulah penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik bangunan keraton dan dilakukan sesuai dengan adat dan tatalaku yang terjadi di keraton Yogyakarta. Kajian terhadap Struktur Bangunan Tradisional Jawa yang terdapat di komplek Keraton Yogyakarta, khususnya bangunan bangsal Kencana perlu dilakukan dengan cara mendata keberadaan bangunan Tradisional Jawa, mengenali bentuk bangunan, sejarah, fungsi dan struktur bangunan serta kelengkapan komponennya. Kajian dilakukan dari hasil observasi, studi literatur, wawancara dan kajian hasil penelitian terdahulu. Hasil yang didapatkan adalah dokumen tertulis tentang aspek sejarah, fungsi dan struktur bangunan disertai gambar-gambar bentuk bangunan dan gambar-gambar detail yang menunjukkan keunikan struktur bangunan. Kajian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan dan pedoman pelestarian bangunan Tradisional Jawa serta menjadi inspirasi pengembangan budaya pada masa depan yang bersumber dari budaya lokal, dan menjadi pendorong generasi muda untuk tetap mencintai budaya sendiri dengan mengembangkan citra Arsitektur Nusantara. KATA KUNCI struktur, tradisional jawa, bangsal, fungsi, Keraton Yogyakarta PENDAHULUAN Keraton Kasultanan Yogyakarta yang berada di pusat kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, berdiri pada tahun 1755 sebagai hasil dari perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755 antara Pangeran Mangkubumi; adik Sunan Pakubuwono II, raja Keraton Surakarta, dengan pihak Kolonial Belanda. Menurut Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta, 2003 dan dari berbagai sumber diketahui bahwa puncak dari wujud visual arsitektur keraton Yogyakarta terjadi di masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VIII 1921-1939 seperti yang dapat kita lihat sekarang ini. Sebelumnya bangunan keraton terbangun secara bertahap yang dilakukan oleh raja-raja yang berkuasa pada jamannya mulai dari bangsal Prabayaksa dan Siti Hinggil Lor tahun 1769; bangsal Pagelaran dengan tratag bambu di tahun 1896; penggunaan marmer dari Italia untuk bangsal Kencana di masa Sri Sultan Hamengkubuwono VI dan bangsal Manis serta kompleks Siliran di masa Sri Sultan Hamengkubuwono VII. Di dalam Keraton Yogyakarta, arsitektur Tradisional Jawa merupakan gaya arsitektur yang pokok atau utama. Hal tersebut dapat dilihat dengan banyaknya bangunan-bangunan yang bergaya Tradisional Jawa di dalam komplek keraton, sebagaimana juga dikemukakan dalam Kratons of Java 1991 bahwa bangunan-bangunan paling penting di keraton menggunakan atap joglo yang terbentuk dari bentuk-bentuk piramid dan trapesium. Demikian juga dikemukakan oleh Eko Punto Hendro G., dalam Tri Yuniastuti dan Satrio HB Wibowo 2007 bahwa ditinjau dari atapnya, bangunan-bangunan di keraton menggunakan atap pelana, limasan, tajug dan joglo. Salah satu bentuk bangunan di lingkungan Keraton Yogyakarta yang menjadi kekhasan arsitektur Tradisional Jawa adalah bangunan bangsal. Bangunan tersebut bersifat terbuka pendapa. Dari hasil pengamatan selama ini tercatat setidaknya terdapat 20 bangunan berbentuk bangsal di dalam keraton yang berciri khaskan bangunan rumah tradisional Jawa asli, seperti bangsal Kencana, bangsal Sri Manganti, bangsal Ponconiti, bangsal Manguntur Tangkil, bangsal Witono, bangsal Magangan, bangsal p-ISSN 1411-8912 e-ISSN 2714-6251 Padmana Grady Prabasmara, Satrio HB Wibowo,Tri Yuniastuti SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 16 No. 1 Januari 2019 45 Kesatriyan, bangsal Trajumas, bangsal Kemandungan, dalem Ksatriyan, dalem Prabayaksa, Kraton Kilen dan bangunan lainnya dengan masing-masing fungsi yang berbeda. Secara khusus bangunan-bangunan bangsal bergaya Tradisional Jawa digunakan sebagai tempat dengan fungsi-fungsi utama atau penting dalam keraton. Karakteristik bangunan-bangunan bangsal di keraton dengan gaya Tradisional Jawa dengan berbagai kelengkapannya menjadi hal yang unik, langka dan bernilai sejarah yang tinggi. Keunikan dan kelangkaannya mengingat bahwa hanya di Keraton Yogyakarta saja bangunan-bangunan itu berada dan lestari. Bahkan pengembangan tipologi joglo dengan klasifikasi tertinggi yaitu joglo lambang gantung yang dikembangkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I juga hanya terdapat di Keraton Yogyakarta. Selain itu juga bernilai sejarah mengingat bahwa bangunan-bangunan bergaya Tradisional Jawa di keraton dibangun oleh raja-raja Jawa sejak ratusan tahun silam yang mewakili kebesaran dan keindahan pada zamannya. Kini bangunan-bangunan tersebut menjadi warisan cagar budaya yang tak ternilai harganya dikarenakan merupakan akar budaya Jawa dan bangsa Indonesia pada umumnya dan akar arsitektur Indonesia pada khususnya. TIPOLOGI ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA JOGLO Tipologi Joglo memiliki 8 delapan varian yaitu Joglo Pokok, Limasan Lawakan, Sinom, Jompongan, Pangrawit, Mangkurat, Hageng dan Semar Tinandu. Masing-masing tipologi tersebut, setidaknya harus memiliki ciri-ciri atap terdiri 4 buah soko guru dengan pe-midangannya ulengnya dan memiliki blandar tumpang sari, sebuah bubungan di tengahnya. Rumah bentuk joglo merupakan bentuk rumah tradisional Jawa yang paling sempurna yang hanya dimiliki oleh kalangan orang-orang mampu atau orang-orang terpandang. Secara substansif, joglo didesain untuk pendapa yang letaknya di bagian depan dan bukan difungsikan untuk tempat tinggal dikarenakan dalam paham Jawa bangunan di depan tidak layak untuk tempat tinggal yang bersifat privat. Hal-hal lain yang mendukung kelayakan fungsi joglo sebagai pendapa adalah ruangnya yang luas sehingga ideal digunakan untuk kegiatan pertemuan-pertemuan. Beberapa tipologi bangunan tradisional Jawa Joglo dapat dilihat pada gambar 1. Konstruksi bangunan adalah suatu hubungan antar komponen-komponen bangunan meliputi pondasi lantai, dinding, tiang, balok, langit-langit, dan atap, dengan hubungan saling ketergantungan dengan tujuan menunjang kegunaan atau fungsi, kekuatan, keawetan, dan keamanan Ronald, 1997 449. Gambar 1. Tipologi bangunan Joglo Sumber HJ Wibowo, dkk., 1986/1987 Sistem struktur pada bangunan joglo sangat erat hubungannya dengan konstruksi antar komponen karena secara keseluruhan saling mendukung dan saling berkaitan. Pekerjaan konstruksi dimulai dari komponen paling bawah bangunan, yakni pondasi, kemudian makin ke atas sampai komponen teratas. Perkembangan bentuk joglo berakibat juga berkembangnya sistem struktur dan konstruksinya lihat gambar 2. Bentuk bangunannya semakin unik, semakin besar, semakin luas, membawa konsekuensi pada struktur dan konstruksi yang juga menjadi lebih unik dan rumit Ronald, 1997 281. Gambar 2. Pembagian sektor atap dan komponen rangka Soko Guru Sumber Prijotomo., 2005 Secara fisik arsitektural bangunan-bangunan di kawasan keraton menggunakan langgam tradisional Jawa dengan kekhasan berupa bentuk bangunan pendapa, atap joglo, tajug, limasan dan kampung. Dari karakteristiknya, bangunan-bangunan di keraton terdiri dari bangunan terbuka tanpa dinding penutup dan bangunan tertutup yang dilengkapi dengan dinding gambar 3. Bangunan terbuka di keraton disebut bangsal dan bangunan tertutup disebut sebagai gedhong KPH. Brongtodiningrat, 1978. Gambar 3. Bangsal Kencana di Keraton Yogyakarta Sumber Pengamatan, 2010-2011 Kajian struktur bangunan tradisional Jawa pada bangsal Kencana Keraton Yogyakarta 46 SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 16 No. 1 Januari 2019 Jenis bangunan lainnya yang terdapat di keraton adalah bangunan yang telah terkena pengaruh arsitektur Eropa. Pengaruh budaya Eropa terhadap bangunan-bangunan di Keraton Yogyakarta mengakibatkan munculnya unsur-unsur arsitektur Klasik Eropa ke dalam komplek keraton dengan munculnya bangunan-bangunan baru bergaya Klasik Eropa, terutama pada bangunan Gedhong dan Regol Tri Yuniastuti dan Satrio HBW, 2007, sebagaimana dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4. Gedhong Purworetno bergaya Arsitektur Eropa Sumber Tri Yuniastuti dan Satrio HBW, 2007 METODE PENELITIAN Lokasi obyek penelitian terletak di dalam komplek Keraton Kasultanan Yogyakarta. Secara administratif termasuk dalam kecamatan Kraton, Kotamadya Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara visual, letak dan gambaran kondisi visual bangunan bangsal keraton Yogyakarta yang akan diteliti pada tahap III ini dapat dilihat pada gambar 5. Gambar 5 . Lokasi Keraton Yogyakarta dan objek penelitian Sumber data diolah Objek penelitian pada tahap ketiga ini adalah bangunan bangsal bergaya arsitektur Tradisional Jawa di dalam komplek Keraton Yogyakarta yang terletak di bagian dalam keraton yang terlarang bagi masyarakat umum atau wisatawan untuk memasukinya. Untuk memasuki dan melakukan penelitian dengan pengamatan, pemotretan dan pengukuran terhadap bangunan dan komponen-komponennya, peneliti telah mendapatkan izin khusus dari pihak yang berwenang, yaitu Tepas Wahono Sarto Kriyo Keraton Yogyakarta. Bangsal-bangsal yang menjadi objek penelitian tahap III ini adalah Bangsal Probayeks, Bangsal Kencana dan Bangsal Manis. Gambar dan foto objek penelitian Sumber pengamatan, 2010 Pengambilan setiap komponen pada setiap bangunan yang diteliti dilakukan dengan menginventaris jenis atau macam kerangka yang sama bentuk, ukuran dan fungsinya. Jika setiap jenis berjumlah lebih dari satu, maka diambil salah satu saja untuk diteliti. Sebagai contoh lihat gambar 7. Gambar 7. Contoh pengambilan sampel komponen bangunan pada Bangsal Kencana Sumber data diolah Metode pengumpulan data dilakukan dengan survey langsung untuk mendapatkan data primer dan survey tidak langsung. Survey langsung untuk mendapatkan data primer dilakukan dengan cara pengamatan atau observasi di lapangan terhadap objek penelitian untuk mendapatkan data secara akurat dengan cara pendokumentasian melalui pengukuran, pengkopian atau penjiplakan obyek, pemotretan maupun pencatatan. Juga dilakukan wawancara dengan pihak yang memiliki data terkait objek penelitian. Kegiatan survey dapat dilihat dalam gambar 8. Padmana Grady Prabasmara, Satrio HB Wibowo,Tri Yuniastuti SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 16 No. 1 Januari 2019 47 Gambar 8. Kegiatan survey langsung Sumber pengamatan, 2011 Observasi yang dilakukan meliputi pengamatan fisik bangunan, pencatatan ukuran bangunan, panjang dan lebar ruang, tinggi ruang, dimensi kerangka, posisi dan jarak rangka bangunan, dan sebagainya. Pengukuran dilakukan pada keseluruhan bangunan beserta bagian-bagiannya untuk mendapatkan dimensi bangunan secara akurat. Pengambilan data ukuran menggunakan alat bantu, 1 meteran dengan ukuran 50 meter dan 5 meter; 2 penggaris logam 30cm dan 100 cm; 3 penggaris siku-siku; 4 kertas dan alat tulis; 5 tangga aluminium 2 bh; 6 tampar tali besar; dan 7 galah panjang dan pendek. Gambar 9. Kegiatan pengukuran Sumber dokumentasi kegiatan, 2011 Data pengamatan yang didapatkan dari lapangan digambar ulang ke dalam komputer dengan program Auto CAD maupun Corel Draw. Selain itu teknik pemotretan juga dilakukan untuk mendapatkan data visual bagian-bagian bangunan yang diteliti. Hasil pemotretan diolah ke dalam komputer dengan program Adobe Photoshop. Survey tidak langsung untuk mendapatkan data sekunder dilakukan dengan merekam data melalui 1 studi pustaka; 2 survey instansional; dan 3 wawancara. Survey ini bertujuan untuk mendapatkan data pendukung keberadaan objek. Data yang dicari berupa karakteristik fisik bangunan meliputi bentuk bangunan maupun bagian-bagian bangunan, sejarah bangunan, filosofi bangunan, fungsi bangunan, ornamen dan filosofinya, tata ruang bangunan, hingga bentuk-bentuk pelestarian bangunan cagar budaya pada bangunan. Kegiatan studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data terkait objek penelitian dari dokumen penelitian yang telah dilakukan. Wawancara ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan keberadaan bangunan di Keraton Yogyakarta, yaitu Pengageng Tepas Wahono Sarto Kriyo Keraton Yogyakarta sebagai pengelola bangunan keraton, pemandu wisata, para abdi dalem, dan pemerhati bangunan bersejarah di Yogyakarta. Wawancara dilakukan secara langsung dengan narasumber, dicatat dan direkam dengan alat rekam digital. Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh data fungsi bangunan, perlakuan khusus terhadap bangunan, bentuk pelestarian yang pernah dilakukan, riwayat bangunan, bentuk-bentuk perlindungan terhadap bangunan bersejarah, filosofi bangunan, filosofi ragam hias, kedudukan serta upacara-upacara ritual di dalam bangunan dan filosofinya. Analisis dilakukan dalam tiga tahap yaitu analisis informasi, proses penafsiran dan penyimpulan hasil. Proses analisis informasi dilakukan dengan 1 memaparkan secara keseluruhan karakteristik arsitektur bangunan dan bagian-bagian obyek penelitian secara kuantitatif dan kualitatif; 2 melakukan interpretasi terhadap informasi data yang ada. Interpretasi dilakukan terhadap bentuk bangunan, proporsi, ragam hias, dan aspek-aspek karakteristik, ciri khas, estetika, filosofi dan sebagainya. Proses penafsiran dilakukan melalui 1 penyelidikan atau kajian terhadap hasil intepretasi data; 2 penyelidikan atau kajian terhadap nilai-nilai ukuran bangunan, struktur dan konstruksi, dan ornamen; 3 penyelidikan atau kajian terhadap nilai-nilai arsitektural dari sisi fungsi, estetika, gaya bangunan, struktur konstruksi, kesejarahan, keunikan dan kelangkaan maupun keselamatan bangunan. Keseluruhan proses penafsiran dilakukan dengan dukungan teknik korelasi dan komparasi sehingga diperoleh hasil analisis yang akurat. Korelasi dilakukan dengan menghubungkan berbagai sudut pandang, misalnya tentang kebesaran kerajaan dengan nilai bangunan, fungsi bangunan dengan pemakaian jenis ragam hias, usia bangunan dengan kondisi bahan bangunan, struktur dan konstruksi Kajian struktur bangunan tradisional Jawa pada bangsal Kencana Keraton Yogyakarta 48 SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 16 No. 1 Januari 2019 dengan dampak gempa dan sebagainya. Komparasi dilakukan terhadap beberapa bangunan lain yang sejenis untuk mendapatkan nilai karasteristik objek yang diteliti. Gambar 10. Proses penelitian Sumber dokumentasi kegiatan, 2011 HASIL PENELITIAN Tipologi bangunan Kajian tipologi bangunan Bangsal Kencana di halaman Kedhaton dilihat dari sisi jenis atap terdiri atas dua tipologi Joglo Lambang Gantung. Bangsal Kencana merupakan bangunan joglo yang terbesar, terindah, termegah, di antara joglo-joglo yang ada di dalam komplek Keraton Yogyakarta. Bangunan di dalam Keraton yang semakin tinggi status fungsinya, maka bangunan itu dibuat semakin indah. Atap Bangsal Kencana bersusun tiga, terdiri dari atap yang posisinya paling atas adalah atap utama yaitu atap brunjung, di bawahnya adalah atap penanggap, dan yang paling bawah dan terakhir adalah atap penitih. Bangunan Bangsal Kencana ini merupakan bangunan rumah tradisional Jawa yang tergolong dalam kelompok joglo lambang gantung karena atap penaggapnya menggantung pada atap brunjung. Sambungan atap penanggap terhadap atap penitihnya merupakan bentuk sambungan atau susunan atap lambang sari. Kolom atau tiangnya juga terdiri dari tiga macam, yaitu dimulai dari tiang utama yang menyangga atap brunjung disebut saka guru, tiang yang menyangga atap penanggap disebut sakapenanggap, dan tiang yang menyangga atap penitih disebut saka penitih. Balok lainnya yang posisinya diagonal adalah dudur dan usuk atap penanggap dan dudur dan usuk atap penitih. Dudur kedua atap dihias penuh dengan motif lung-lungan, sedang masing-masing usuk kedua atap itu dihias lung-lungan pada sisi bawah bagian ujung atas dan sisi bawah ujung bawah. Seluruh sisi tiang dan balok rangka yang tampak, dihias dengan motif-motif, dicat dengan bahan perada emas dan warna dasar relief merah. Warna dasar rangka bangunan Bangsal Kencana dicat warna gelap, yakni hitam kecoklatan, sehingga seluruh ornamennya tampak kontras terhadap warna dasar rangka bangunannya. Jumlah susunan balok-balok rangka di daerah pemidhangan atau area di antara blandar-pengeretbrunjung sangat banyak dan padat, begitu juga ornamen-ornamennya, sehingga menghasilkan efek memfokuskan penglihatan di antara seluruh ruang bangunan Bangsal Kencana. Fokus penglihatan, atau dapat disebut dengan istilah center of interest, digiring oleh hiasan-hiasan yang berada di luar area pemidhangan, dimulai dari area penitih terus ke area penanggap, dan menuju area paling tengah yaitu pemidhangan. Bentuk dasar saka guru, saka penanggap dan saka penitih adalah balok empat persegi panjang, sehingga memiliki empat buah sisi tegak dengan masing-masing sisi untuk semua jenis saka tersebut dihiasi motif-motif ornamen yang sejenis. Tata letak ornamen dan macamnya yang terdapat pada setiap saka guru, saka penanggap dan saka penitih adalah sama. Perbedaannya adalah pada ukuran setiap jenis motif pada setiap jenis tiang yang sangat tergantung pada perbedaan panjang pendeknya ukuran setiap jenis tiang atau saka. Perbedaan ukuran tiang atau saka mengakibatkan perbedaan ukuran motif-motif hiasan pada setiap jenis saka. Ukuran motif hias pada saka guru lebih besar dan lebih panjang atau lebih tinggi bila dibanding dengan ukuran motif-motif yang ada pada saka penanggap, begitu pula bila dibandingkan dengan ukuran motif-motif pada saka penitih. Saka totol berbentuk dasar silender, berfungsi untuk membantu menyangga blandar penitih, oleh karena itu masing-masing saka totol didirikan di antara dua buah saka penitih. Padmana Grady Prabasmara, Satrio HB Wibowo,Tri Yuniastuti SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 16 No. 1 Januari 2019 49 Atap Brunjung berbentuk prisma segi empat, terletak di tengah bangunan sebagai puncak atap. Atap Penanggap menggantung pada saka bentung disetiap sudut Atap Penitih mengelilingi atap Penanggap, Atap Tratag berbentuk Limasan. Terletak di sisi Timur dan Barat Lebih tinggi dari atap penitih Atap Emper terletak di sisi utara dan selatan bangsal Lebih tinggi dari atap penitih Usuk Brunjung tertutup Balok Uleng dan langit-langit pemidangan Usuk Penanggap disusun seperti rangka payung menumpang di antara balok gantung dan balok penanggap. Usuk Penitih disusun seperti rangka payung menumpang di antara balok penanggap dan balok penitih. Usuk Tratag tidak kelihatan, tertutup plafon yang dipasang Usuk Emper tidak kelihatan, tertutup plafon yang dipasang 1. Dada Peksi 2. Balok Uleng 3. Balok Blandar 4. Balok Sunduk/Kili Balok Gantung Balok Blandar Penanggap 1. Balok Blandar Penitih 2. Balok Listplank 1. Penutup plafon 2. Tiang besi 3. Penutup talang 1. Penutup talang 2. Tiang besi 3. Penutup plafon 1. Bagian brunjung 2. Bagian Penanggap 3. Bagian Penitih 4. Bagian Tratag dan Emper 5. Bagian kuncung Kajian struktur bangunan tradisional Jawa pada bangsal Kencana Keraton Yogyakarta 50 SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 16 No. 1 Januari 2019 Saka Saka Totol Penanggap Saka penyangga Tratag Besi bulat Umpak Saka guru Berbentuk Trapesium Berpenampang segi empat Umpak Saka Penanggap Sama bentuk, ukuran lebih kecil dari umpak saka guru Umpak saka Penitih Sama bentuk, ukuran lebih kecil dari umpak saka penanggap Tidak terdapat Umpak Saka besi di bagian tratag, hanya pembesaran dimensi pada dasar tiang, Padmana Grady Prabasmara, Satrio HB Wibowo,Tri Yuniastuti SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 16 No. 1 Januari 2019 51 KESIMPULAN Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bangunan di Keraton Yogyakarta, khususnya Bangsal Kencana yang masih asli. Dari kajian ini didapatkan kesimpulan bahwa 1. Bangunan Bangsal Kencana di Keraton Yogyakarta memiliki ciri yang sama, yaitu terbuka dan merupakan bangunan tradirional Jawa dengan tipologi Joglo Lambang Gantung. 2. Tipologi tersebut merupakan yang tertinggi tingkatannya, hal ini disesuaikan dengan fungsi atau penggunaannya untuk kegiatan utama keraton yang melibatkan Sultan. 3. Bangsal Kencana sebagai bangunan dengan fungsi kerajaan paling utama, kemegahan ditunjukkan selain dengan ukuran bangunan dan kerumitan strukturnya, juga dengan ornamen yang banyak dan lengkap dengan finishing yang megah dan menampilkan lambang-lambang kekuasaan. DAFTAR PUSTAKA ______, 1991, Kratons of Java, Indonesia Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi. Brongtodiningrat, K. 1978. Arti Kraton Yogyakarta. Museum Kraton Yogyakarta. G., Eko Punto. 2001. Kraton Yogyakarta dalam Balutan Hindu. Semarang Bendera Semarang. Prijotomo, J. 1995. Petungan Sistem Ukuran Dalam Arsitektur Jawa. Yogyakarta Gadjah Mada University Press. Ronald, A. 1997. Ciri-ciri Karya Budaya Di Balik Tabir Keagungan Rumah Jawa. Yogyakarta Universitas Atmajaya Yogyakarta. Sukirman. 2011. Ragam Hias Bangsal Witana Sitihinggil Utara Keraton Yogyakarta, Kajian Iconologis. Tesis PascaSarjana Institut Seni Indonesia ISI Yogyakarta. Tri Yuniastuti dan Satrio HB Wibowo . 2007. Pengaruh Arsitektur Klasik Eropa Pada Bangunan Kraton Kasultanan Yogyakarta. Laporan Hasil Penelitian. Tri Yuniastuti, Sukirman dan Satrio HB. 2009. Dokumentasi Bangunan Bangsal Tradisional Kraton Yogyakarta. Laporan Hasil Penelitian Penelitian. Tri Yuniastuti, Sukirman dan Satrio HB. 2010. Dokumentasi Bangunan Bangsal Tradisional Kraton Yogyakarta. Laporan Hasil Penelitian Penelitian. Wibowo, H. 1986/1987. Rumah Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Dedikbud. Semua Lantai di bangunan utama bangsal Kencana terbuat dari Marmer Lantai di bagian tratag dan emper bangsal Kencana juga berbahan Marmer. ... Selain itu, soko guru berjumlah satu sendiri memiliki makna keesaan dari sang pencipta atau Allah. Sehingga manusia diharakan selalu mengingat kepada Allah [3]- [5]. Hal inilah yang menjadi salah satu dasar mengapa keberadaan Masjid Soko Tunggal di Tamansari, Yogyakarta masih perlu dilestarikan. ...This research was conducted to find mathematical elements in the Soko Tunggal Mosque. The research method used in this study is a qualitative method with an ethnographic approach. The data used in this study were obtained from observations, documentation, and interviews. Observation and documentation are used to identify ethnomathematics in the Soko Tunggal Mosque, while documentation and interviews with the triangulation method to find out more deeply the cultural values that exist in the Soko Tunggal Mosque. From the results of the study found the concept of field geometry in the Soko Tunggal Mosque. Geometry elements identified include triangles, squares, rectangles, rhombus, circles and reflection. So that in learning mathematics on the material triangles, squares, rectangles, rhombus, circles, and reflection can use the context of a Soko Tunggal Hirabayasih MoidadyUmar UmarEvi Sunarti AntuDalam perkembangan arsitektur selalu mendapatkan pengaruh dari budaya yang berkembang padamasa tertentu. Banggai laut merupakan daerah bekas kerajaan yang meninggalkan sebuah bangunanKeraton yang memiliki pengaruh budaya dari jawa. Keraton Banggai yang sekarang lebih dikenal sebagaidestinasi wisata, dulu fungsinya sebagai tempat tinggal raja dan keluarganya. pusat pemerintahan danpusat kebudayaan serta bangunan yang ada pada saat itu memiliki gaya tradisional jawa yang sangatmemiliki arti penting. Keraton Banggai sebagai bangunan cagar budaya yang masih dipertahankan dan dilindungi undang-undang karena sebagai warisan budaya suku bangsa. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui bagaimana asal mula bentuk atap dan makna atap pada keraton Banggai. Metode yang digunakanadalah studi literatur dengan cara mengumpulkan data-data berhubungan dengan bentuk asal mula bentuk atapdan maknanya. Diharapkan dengan kajian ini dapat menjadi pengetahuan untuk masyarakat. agar selalu tetapmenjaga pelestarian bangunan dan menjadi pendorong generasi muda untuk selalu mencintai budaya sendiridengan mengembangkan citra Arsitektur Kraton Yogyakarta. Museum Kraton YogyakartaK BrongtodiningratBrongtodiningrat, K. 1978. Arti Kraton Yogyakarta. Museum Kraton Yogyakarta dalam Balutan HinduG Eko PuntoG., Eko Punto. 2001. Kraton Yogyakarta dalam Balutan Hindu. Semarang Bendera Sistem Ukuran Dalam Arsitektur JawaJ PrijotomoPrijotomo, J. 1995. Petungan Sistem Ukuran Dalam Arsitektur Jawa. Yogyakarta Gadjah Mada University Karya Budaya Di Balik Tabir Keagungan Rumah JawaA RonaldRonald, A. 1997. Ciri-ciri Karya Budaya Di Balik Tabir Keagungan Rumah Jawa. Yogyakarta Universitas Atmajaya Yogyakarta. Sukirman. 2011. Ragam Hias Bangsal Witana Sitihinggil Utara Keraton Yogyakarta, Kajian Iconologis. Tesis PascaSarjana Institut Seni Indonesia ISI Tradisional Daerah Istimewa YogyakartaH WibowoWibowo, H. 1986/1987. Rumah Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Dedikbud.

gaya bangunan terutama untuk tempat tinggal khas jawa